BantenOne.com – TANGERANG SELATAN — Ratusan warga yang tergabung dalam Paguyuban Setu–Muncul bersama Lembaga Bantuan Hukum (LBH) GP Ansor Tangerang Selatan menggelar aksi demonstrasi di depan Kantor DPRD Kota Tangerang Selatan, Kamis (7/11/2025).
Mereka menuntut DPRD dan Wali Kota Tangsel segera mengembalikan fungsi Jalan Provinsi Banten pada ruas Serpong–Muncul–Parung yang diduga dikuasai sepihak oleh pihak BRIN melalui pengelolaan Kawasan Sains dan Teknologi (KST) B.J. Habibie, Serpong.
Aksi ini merupakan puncak kekecewaan warga atas lambannya respons pemerintah terhadap penutupan akses jalan dan hilangnya artefak “Gapura Selamat Datang Kota Tangerang Selatan” yang selama ini menjadi simbol identitas wilayah.
Menurut warga, pihak BRIN memasang pagar pembatas, pos penjagaan, serta plang logo lembaga di area yang masih berstatus jalan provinsi milik Pemerintah Provinsi Banten. Bahkan artefak milik Pemkot Tangsel di perbatasan Banten–Jawa Barat disebut telah diganti tanpa dasar hukum yang jelas.
Desakan Warga: DPRD Diminta Bentuk Pansus dan Gelar RDP
Dalam aksinya, Paguyuban Warga Setu–Muncul dan LBH GP Ansor Tangsel menyampaikan sepuluh tuntutan utama kepada DPRD Kota Tangsel. Salah satunya mendesak DPRD menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Wali Kota, pihak BRIN, dan perwakilan warga.
Mereka juga menuntut pembentukan Panitia Khusus (Pansus) untuk menyelidiki dugaan pelanggaran hukum dan tata ruang yang dilakukan pihak BRIN terkait penguasaan ruas Jalan Serpong–Muncul–Parung.
“Sudah lebih dari setahun kami menempuh berbagai upaya hukum, mulai dari laporan ke Pemkot, DPRD, hingga Kejati Banten. Namun belum ada tindakan nyata. Kami hanya ingin fungsi jalan provinsi dikembalikan seperti semula,” ujar salah satu perwakilan warga dalam orasinya.
Diduga Langgar Aturan Tata Ruang dan Aset Daerah
Berdasarkan dokumen yang dimiliki warga, status ruas jalan tersebut masih tercatat sebagai jalan provinsi sesuai Keputusan Gubernur Banten No. 620/Kep.16-Huk/2023, diperkuat dengan sejumlah peraturan daerah serta Surat Wali Kota Tangerang Selatan Nomor 100.2.5/11198/BKAD/2025.
Namun warga menilai, BRIN justru melarang perbaikan jalan, menutup akses, serta memanfaatkan sebagian lahan secara komersial tanpa transparansi pengelolaan.
“Ini bukan sekadar soal jalan, tapi soal hak ruang hidup warga dan penghormatan terhadap identitas Kota Tangerang Selatan,” tegas salah satu aktivis LBH GP Ansor Tangsel.
Ultimatum 20 Hari untuk DPRD Tangsel
Dalam pernyataan sikapnya, warga memberi batas waktu 20 hari kepada DPRD Tangsel untuk menindaklanjuti tuntutan. Jika tak ada langkah konkret, massa berjanji akan menggelar aksi lanjutan dengan jumlah yang lebih besar.
Salah satu poin menarik, mereka mendesak agar tunjangan perumahan dan komunikasi anggota DPRD Tangsel tahun depan dihapus, jika fungsi jalan provinsi itu tak segera dikembalikan seperti semula.
Warga Tegaskan: Ini Perjuangan untuk Keadilan Ruang Publik
Aksi damai ditutup dengan seruan moral bahwa perjuangan warga Setu–Muncul bukan sekadar urusan infrastruktur, melainkan bentuk perlawanan terhadap arogansi lembaga negara yang dianggap merampas hak publik atas ruang hidup.
“Jalan ini milik rakyat. Jangan jadikan fasilitas umum sebagai wilayah eksklusif lembaga tertentu. Kami akan terus berjuang sampai hak kami dikembalikan,” tegas perwakilan Paguyuban di akhir aksi.




